Minggu, 30 November 2008

resesi global

Terjadinya krisis ekonomi global dikarenakan Jatuhnya perekonomian Amerika Serikat belakangan ini telah memunculkan kekhawatiran akan krisis ekonomi yang berdampak lebih luas dan lebih dalam. Kerugian yang dialami oleh sektor keuangan AS akibat kredit macet sektor perumahan diperkirakan mencapai kisaran 350-600 miliar dollar. Hilangnya kapital dengan jumlah fenomenal tersebut menyebabkan menurunnya angka pertumbuhan ekonomi AS sebagai akibat langsung dari tersendatnya ekonomi sektor riil.

Sebagai langkah darurat, bank sentral AS telah melakukan pemotongan tingkat suku bunga bank sentral sebagai upaya menggerakkan roda ekonomi. Namun langkah ini ternyata dianggap dapat menimbulkan ancaman inflasi. Pilihan dilematis harus segera diputuskan oleh otoritas keuangan AS. Apakah pemotongan tingkat suku bunga tetap akan dijalankan dengan resiko inflasi? Pilihan lainnya adalah langkah rate cuts reversal (mempertahankan atau menaikkan kembali tingkat suku bunga) yang memiliki resiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan berpotensi menyebabkan resesi.

Dalam istilah makroekonomi, resesi berarti penurunan GDP (gross domestic products) suatu negara atau adanya pertumbuhan ekonomi negatif selama dua periode triwulan atau lebih. Jika resesi ini diikuti dengan naiknya harga barang secara umum (inflasi), maka fenomena yang terjadi biasanya disebut sebagai stagflasi. Fenomena resesi biasanya berlangsung singkat dan memiliki periode tertentu. Resesi juga seringkali disebut sebagai kontraksi ekonomi. Namun jika resesi berlangsung cukup lama, maka fenomena yang terjadi akan berkembang menjadi sebuah ‘depresi ekonomi’ (economic depression).

Kekhawatiran akan terjadinya resesi di tahun 2008 ini dipicu oleh beberapa peristiwa penting dalam indikator ekonomi makro AS belakangan ini. Banyak analis memprediksikan bahwa resesi AS akan terjadi di kuarter perrtama tahun 2008 ini. Jika prediksi ini benar-benar terjadi, kemungkinan besar AS akan sulit keluar dari resesi tersebut mengingat tingkat likuiditas yang rendah dan banyaknya kasus kredit macet yang dipicu kasus subprime mortgage baru-baru ini.

Beberapa indikator resesi yang dapat dilihat secara kasat mata saat ini antara lain semakin lemahnya daya serap pasar tenaga kerja di AS, daya beli masyarakat AS yang turun drastis sehingga berpotensi menekan pelaku industri, defisit perdagangan dan government spending AS yang banyak sekali dihabiskan untuk perang, serta kerugian dari kasus kredit macet sektor perumahan yang jumlahnya fenomenal dan mengguncang fondasi ekonomi AS.

Banyak yang pesimis dengan peran The Fed dalam mengatasi krisis keuangan yang terjadi saat ini. Dikatakan bahwa usaha yang dilakukan oleh The Fed adalah sesuatu yang percuma, ‘It’s too little, too late’. Usaha bank sentral dipandang hanya akan menyediakan “lantai” untuk hard landing dan tidak akan mencegah hard landing tersebut.

Yang dikhawatirkan saat ini adalah suplai uang yang begitu besar telah diinjeksikan ke dalam masyarakat melalui tingkat suku bunga rendah dan berbagai program pinjaman pemerintah (bantuan likuiditas). Namun jika modal-modal tersebut dibiarkan begitu saja tanpa digunakan untuk memutar roda aktivitas ekonomi, maka uang yang beredar di masyarakat akan semakin melimpah dan mengendap. Inilah yang berpotensi untuk menciptakan inflasi.

Masalahnya, dengan kondisi perekonomian yang masih labil, kalangan industri dan usaha lainnya enggan untuk mengambil resiko untuk mengembangkan usahanya di saat-saat kritis seperti saat ini. Sebenarnya pemerintah AS telah meng-encourage para pelaku pasar dengan berbagai stimulus ekonomi demi menjalankan kembali perekonomian. Namun masalahnya adalah para pelaku pasar belum dapat percaya pada situasi ekonomi saat ini. Sentimen positif yang ditunggu oleh pemerintah AS tidak juga datang, malah ancaman inflasi yang semakin mengancam mengingat gagalnya berbagai stimulus tersebut.

Lalu mengapa kebijakan moneter AS saat ini dianggap tidak efektif dalam mengatasi krisis keuangan AS saat ini? Ada tiga alasan utama mengapa kebijakan yang dijalankan The Fed dan pemerintah AS belum dapat dikatakan efektif. Yang pertama adalah eksistensi dari non-bank financial system. Atau seringkali disebut sebagai ‘shadow banking system’. Mulai dari institusi hedge funds, pasar modal, sovereign wealth funds, bank-bank investasi dan lainnya. Kelemahan dari shadow banking system ini terletak pada kecenderungan spekulasi yang seringkali mereka lakukan. Tingkat resiko yang tinggi dari aktivitas ekonomi mereka menjadi sebuah ancaman bagi financial recovery yang sedang dijalankan oleh pemerintah AS.

Yang kedua adalah AS tidak hanya ‘terluka’ dari ilikuiditas namun menderita banyak kebangkrutan. Pada kasus tahun 1998, masalahnya hanya terletak pada likuiditas, sehingga kebijakan easy money cukup efektif untuk dilakukan. Saat ini, lebih dari 200 institusi keuangan yang dulu bertindak sebagai mortgage lenders (pemberi pinjaman) telah bangkrut. Krisis kali ini tidak dapat dipecahkan hanya dengan “throw some money at the problem”.

Yang terakhir adalah atmosfir ekonomi yang dipenuhi dengan ketidakpastian; bukan resiko. Resiko dalam aktivitas ekonomi merupakan sesuatu yang bisa diukur dan dapat dikendalikan. Namun ketidakpastian sama sekali tidak dapat diukur dan justru akan merusak aktivitas ekonomi. Ketidakpastian ini berbuntut ketidakpercayaan. Dan akhirnya, suntikan dana yang begitu besar justru tertahan di sistem-sistem perbankan karena pelaku pasar masih takut untuk kembali berinvestasi.

Banyak analis mengatakan bahwa jika AS mengalami soft landing atau berhasil menghindari resesi, maka ekonomi global akan mengalami de-coupling dan tidak akan terlalu terpengaruh oleh kondisi keuangan AS. Namun jika yang terjadi adalah hard landing maka kemungkinan re-coupling akan sangat besar terjadi dan ekonomi dunia akan terseret ikut menuju global economy slowdown.

Pada tahun 2007, AS berhasil meminimalisir dampak sementara dari krisis kredit macet yang menyebabkan kepanikan global. AS dapat dikatakan berhasil melakukan soft landing. Ekonomi dunia pada saat itu pun tidak terpengaruh secara signifikan. Jatuhnya saham global pun berhasil pulih dalam jangka waktu tiga hari hingga seminggu.

Namun prediksi resesi yang akan terjadi di kuarter pertama tahun 2008 nampaknya memiliki potensi untuk menjadi kenyataan. Jelas bahwa krisis ekonomi AS saat ini terjadi tidak hanya disebabkan oleh buruknya pengawasan likuiditas finansial saja. Kebijakan easy money belum akan dapat mengatasi masalah karena yang saat ini menjadi akar masalah adalah atmosfir ketidakpastian dan ketidakpercayaan pelaku usaha untuk kembali menjalankan aktivitas usahanya. Kebijakan moneter baru dapat efektif jika dapat diikuti dengan pemulihan kepercayaan terhadap institusi perbankan dan insitusi pemeringkat yang saat ini dijadikan kambing hitam atas lemahnya safeguard ekonomi AS. Nampaknya dunia memang harus bersiap menghadapi kemungkinan yang terburuk.

Tidak ada komentar: